PART 2
... Siangnya aku menghubungi
mang Ade, tetanggaku yang pekerjaannya tukang bangunan yang biasa menebang
pohon. Dengan bersiap siap mang Ade membawa golok, gergaji dan alat perkakas
yang dia miliki untuk mulai menebang pohon nangka tersebut.
Hal yang aneh kembali terjadi.
Gergaji yang digunakan untuk menebang pohon itu sama sekali tidak mempan. Pohon
itu sama sekali tidak tergoreng sedikitpun. Mang ade terus berulang memotong
dahan pohon itu, tapi.. benar benar aneh.. sama sekali terpotong bahkan
tergores sedikit pun. Aku yang menyaksikan kejadian itu benar benar heran dan
tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Kemudian mang Ade mengganti gergaji
dengan goloknya.. dug.. dug.. dug golok itu mulai dipukulkan ke batang pohon
itu dan sama sekali tidak ada bekas bacokan golok sama sekali padahal aku tahu
golok itu tajam sekali. Kami benar benar heran... dan naasnya ketika mang Ade
memukulkan kembali goloknya, golok itu lepas dari gagangnya dan golok itu
mengenai muka mang ade. Akh.... mang ade menjerit kesakitan, keningnya bercucuran
darah. Aku panik, tetanggaku yang sedang asyik dirumahnya pun berhamburan
keluar dan melihat apa yang terjadi.
baca cerita sebelumnya : PART 1
Akhirnya mang Ade aku bawa ke
rumah sakit, mang Ade harus mengalami jahitan di keningnya, luka nya yang
lumayan dalam karena golok yang mengenai keningnya. Tak lupa aku minta maaf
kepada pihak keluarga mengenai apa yang terjadi kepada mang Ade.
Kejadian yang menimpa mang Ade
membuatku semakin takut. Sore hari aku mendatangi pa ustad yang dimana beliau
adalah seorang sesepuh dan guru ngaji di kampungku. Beliau memang sudah
mengetahui masalah tersebut, tanpa aku berbicara panjang lebar menceritakan apa
yang terjadi, beliau langsung menyuruh aku untuk mengumpulkan tetangga untuk
mengadakan doa bersama di halaman rumah ku itu nanti malam. Segera aku
laksanakan perintah beliau, aku undang tetangga sekitar rumahku untuk
menghadiri doa bersama di halaman rumahku nanti malam, tak lupa aku pun
mengajak Andi.
Tepat jam 11.00 malam, aku, pa
ustad dan para tetangga termasuk Andi sudah berkumpul di depan halaman rumahku.
Suasana yang hening menambah rasa ketakutan kami. Hanya pa ust yang terlihat
tenang sedangkan kami semua tidak berani menenggakkan kepala melihat ke pohon
itu.
Belum lama kami memanjatkan
doa, tiba tiba...terdengar suara tertawa yang begitu jelas hii...hii... hii.. seperempak kami
menenggakkan kepala ke pohon itu dan...
Terlihat kuntilanak itu dengan
baju putih yang kusam berlumuran darah dengan mata merah melihat kami semua. Aku
yang melihat itu, sontak langsung menutup mataku dan berpindah tempat ke
belakang pa ustad. Tetangga ku ada yang lari terbirit birit dan andi, dia
pingsan.
Kunti itu terus saja tertawa
sedangkan pa ustad terus membaca bacaan bacaan. Kemudian pa ustad berkata “hey, pergi kamu jangan diam disini. Jangan ganggu
lagi” kuntilanak itu terus saja tertawa. “Kalau kamu emang tidak mau pergi, akan aku pindahkan kau”. Entah bacaan
apa yang dibaca oleh pa ust, tiba tiba kuntilanak itu diam lalu menangis
seperti mempunyai kesedihan yang amat dalam.
“Sini turun, aku akan pindahkan kamu” entah apa maksud dari kata
kata pa ustad pada saat itu, dan tidak lama kemudian aku melihat dengan mata ku
sendiri, kuntilanak itu terbang turun mendekati pa ustad.
Pa ustad segera mengambil
motor ku yang masih ada di halaman dan kemudian menyalakannya. Dan lagi lagi
aku melihat kuntilanak itu terbang dan duduk di jok belakang motorku dan
kemudian pa ustad melajukan motor ku dengan membonceng kuntilanak tersebut
entah kemana.
Aku dan para tetangga yang
masih ada terbelalak melihat itu semua. Terpaku dengan apa yang terjadi dan apa
yang dilakukan oleh pa ustad tersebut. Hampir sekitar 10 menit kami terdiam
masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Kemudian aku pun membangunkan andi
yang masih terpingsan dan mengantarkan ke rumahnya. Masih dalam keadaan lemas
gemeteran, kami akhirnya membubarkan diri pulang ke rumah masing masing.
Esok harinya, aku menemui pa
ustad dan beliau hanya mengatakan “insya
allah sudah bpk pindahkan, tidak ada lagi dipohon itu lagi. Supaya tidak banyak
menimbulkan fitnah, segera saja pohon itu ditebang.”
Mendengar penjelasan pa ustad,
aku pun langsung pamit dan segera menyuruh tukang untuk segera menebang pohon
nangka tersebut dan alhamdulillah penebangan pohon tersebut lancar tanpa ada
kendala dan tidak sampai memakan korban kembali.
Ini cerita nyata yang aku
alami pada tahun 2003 ketika rumah yang aku tinggali masih penuh dengan pohon
dan tumbuhan. Sampai sekarang rumah itu masih ada dan seiring berganti nya
tahun kami pun membangun lagi kontrakan di halaman rumah tersebut dan
alhamdulillah tidak ada sedikitpun gangguan kepada pengisinya.
Yang masih jadi pertanyaan
sampai tulisan ini dibuat adalah bagaimana proses kuntilanak itu bisa bersarang
di pohon masih menjadi misterius.
Terima kasih
0 comments:
Post a Comment